Pengertian Hukum
Banyak pengertian hukumdari berbagai para ahli, namun disini mengambil pengertian Hukum secara umum. Hukum adalah seluruh norma atau peraturan yang dibuat oleh pihak yang berwenang yang di buat untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan masyarakat harus taat terhadap peraturan yang bersifat memaksa, apabila melanggarnya akan mendapatkan sanksi dan atau denda.
Tujuan Hukum
Hukum dibuat tidak hanya sekedar peraturan, namun mempunyai tujuannya. Oleh karena itu para ahli membuat teori tentang tujuan hukum :
a. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
b. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
c. Geny :
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Dapat diambil kesimpulan dari tiga teori di atas , tujuan hukum yaitu memberikan keadilan, keamanan di suatu daerah untuk melindungi masyarakatnya baik dalam wilayah Negara itu maupun antar Negara .
Secara umum jadi tujuan dari hukum yaitu :
1. Menjaga keadilan masyarakat
2. Memberikan keamanan di suatu wilayah
3. Menjaga Hak yang dimiliki orang
4. Memberikan kemanfaatan untuk masyarakat
5. Untuk mengatur tata tertib di suatu daerah
Sumber – sumber Hukum
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa.
Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau
dari berbagai perspektif.
2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin
a. Undang-Undang
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya
b. Kebiasaan
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
c. Keputusan Hakim (jurisprudensi)
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
d. Traktat
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
e. Pendapat Para Ahli Hukum (doktrin)
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
Kodifikasi Hukum
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum
Kaidah dan Norma
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan, Sedangkan norma merupakan bagian dari suatu kaidah. Norma adalah Norma adalah kaidah atau ketentuan yang mengatur kehidupan dan hubungan antarmanusia dalam arti luas.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
– hukum yang imperatif,
maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
– hukum yang fakultatif
maksudnya ialah hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut
Pengertia Ekonomi
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.” Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Ilmu yang mempelajari ekonomi disebut sebagai ilmu ekonomi.
Pengertian Hukum Ekonomi
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi social, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai 2 aspek yaitu :
1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Hukum ekonomi pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2. Hukum ekonomi social, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).
Contoh Kasus
KASUS REKLAMASI PANTAI JAKARTA
Pembangunan reklamasi pantai dan eksploitasi sumberdaya alam dan
lingkungan di Ibukota Jakarta yang didasarkan pada kepentingan ekonomis
semata, menurut Sekertaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Perkotaan Jakarta
(Jakarta Urban Coalition) Ubaidillah, pada suatu ketika akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan ekologis yang berdampak besar dan berpotensi
menenggelamkan Jakarta, termasuk potensi dampak besar pada pembangunan
mega proyek reklamasi tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) di teluk Jakarta yang kami analisis dan khawatirkan.
Sebagaimana masyarakat dan publik ketahui, bahwa mega proyek reklamasi pulau-pulau buatan dan reklamasi pesisir pantai diteluk Jakarta telah dimulai. Proyek yang sebelumnya bernama JCDS (Jakarta Coastal Defence Strategies) berganti nama menjadi tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall/ Outer Sea Wall), dan atau juga dinamakan sebagai proyek NCICD (National Capital Integrated Coastal Development- Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara).
Ubaidillah menjelaskan, pada dokumen konsep proyek reklamasi Giant Sea Wall atau NCICD yang direncanakan oleh pemerintah dan pengembang adalah pulau bergambar burung garuda (lambang Negara Indonesia), yang dalam rencana pembangunannya dibagi dalam tiga tahap/fase (ABC). Dimana tahap A adalah pekerjaan penguatan dan peninggian tanggul disepanjang 32 km bibir pantai Jakarta dan telah memulai pekerjaan konstruksi awal (Ground Breaking) pada 9 Oktober 2014 dengan alokasi anggaran lebih dari 1 triliun yang bersumber dari Pemprov DKI Jakarta dan swasta pengembang.
Tahap B pada proyek Giant Sea Wall atau NCICD adalah pekerjaan pembangunan dinding laut luar sebelah barat (gambar burung garuda) yang akan dimulai pada tahun 2018, dan sementara pada rencana tahap C adalah pekerjaan pembangunan dinding laut luar sebelah timur (berada diutara Tanjung Priuk-Koja-Cilincing) yang akan dimuai setalah tahun 2023.
Minim Transparansi Dan Partisipasi Masyarakat
Didalam konsep pembangunan proyek Giant Sea Wall atau NCICD, terdapat rencana pekerjaan reklamasi 17 pulau buatan, dengan kode nama; pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, dan pulau Q. Reklamasi tersebut melibatkan pengembang ternama dari unsur swasta dan pemerintah yang masing-masing pengembang mendapatkan kapling pantai dan laut untuk membangun reklamasi pantai dan pulau dilautan, yang diperkirakan menghasilkan lebih dari 51 ribu hektar lahan baru, dengan total perkiraan menelan anggaran mencapai 500-600 triliun. Pengembang yang telah mengkapling dan menguasai pesisir dan laut Jakarta tersebut diantaranya adalah grup dari Agung Sedayu (ASG) dan grup dari Agung Podomoro (APG).
Koalisi Perkotaan Jakarta mencatat, tidak ada transparansi dan penjelasan baik dari pihak pengembang maupun pemerintah yang disampaikan ke masyarakat dan publik luas terkait detail keseluruhan dan kepastian proyek reklamasi Giant Sea Wall atau NCICD yang bergambar burung garuda tersebut, papar ubay sapaan akrab Ubaidillah.
Sebagaimana diketahui pada banyak opini dan pemberitaan, proyek reklamasi Giant Sea Wall atau NCICD adalah termasuk reklamasi 17 pulau buatan, yang sebagian telah dikerjakan dan terwujud, sebelum ada konsep Giant Sea Wall atau NCICD bergambar burung garuda (konsep tahun 2013). Namun Ubaidillah mempertanyakan, dari hasil penelitian Koalisi Perkotaan Jakarta, didapatkan sedikitnya ada 34 pulau buatan rencana hasil reklamasi pada proyek Giant Sea Wall atau NCICD bergambar garuda dimaksud.
Dilain pihak, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan bahwa rencana proyek Giant Sea Wall atau NCICD belum dimulai karena potensi dampak besar dan perlu dikaji ulang. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan belum memberikan persetujuan izin.
Sementara pada perkembangannya (eksisting), rencana reklamasi 17 pulau buatan di pantai utara Jakarta, dalam pantauan Koalisi Perkotaan Jakarta, terdapat 6 pulau hasil reklamasi yang sudah terwujud dan sedang berlangsung dikerjakan yang dimulai dari barat yakni pulau A, B, C, D, E, F dan G. Dimana dan terutama pulau C, D, E, berikut jembatan penghubung dari darat ke pulau sudah terlihat hasilnya yang dikerjakan lebih dahulu sejak tahun 2011 oleh pengembang PT. Kapuk Naga Indah (KNI), grup pengembang terbesar Agung Sedayu Grup (ASG).
Skandal Izin Reklamasi Pulau G (Pluit City)
Adalah pengembang PT. Muara Wisesa Samudra (PT.MWS), anak perusahaan PT. Agung Podomoro Land (PT.APL), grup salah satu pengembang ternama Agung Podomoro Grup (APG), telah memasarkan properti konsep Pluit City dilahan rencana reklamasi pulau G, salah satu dari 17 pulau yang direncanakan pemerintah dan pengembang, melalui media cetak dan elektronik termasuk pada pameran-pameran. Konsep Pluit City telah dipasarkan dan dijual sejak tahun 2013 hingga kini, yang diketahui belum mendapatkan izin dari pemerintah pusat dan pemprov DKI Jakarta.
Pemasaran dan penjualan properti “fiktif” oleh pihak pengembang Agung Podomoro tersebut merupakan bentuk arogansi pengembang yang berpotensi merugikan lingkungan dan masyarakat sebagai konsumen. Pemasaran dan penjualan properti tersebut dapat dikatakan ilegal dan telah melanggar peraturan gubernur (Pergub) 88/2008 tentang Launching Properti, dimana pengembang Agung Podomoro telah memasarkan dan menjual dan promosi properti dengan tanpa kelengkapan administerasi, dokumen properti dan izin reklamasi, seperti sertifikat, surat izin penunjukkan penggunaan tanah (SIPPT), ketetapan rencana kota (KRK) dan rencana tata letak bangunan (RTLB), bukti Pengajuan permohonan izin mendirikan bangunan (PIMB), dan gambar rancangan yang telah lulus tim penasehat arsitektur kota (TPAK), sebagaimana tertuang dalam Pergub.88/2008 tersebut.
Seiring dengan masifnya pemasaran Pluit City dan indikasi pelanggaran Pergub.88/2008 tentang Launching Properti, PT. Muara Wisesa Samudra (PT.MWS) diketahui mengajukan permohonan izin pelaksanaan pembuatan fisik pulau G kepada Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2014, yang diperkirakan membutuhkan investasi senilai 50 triliun.
Surat permohonan izin pelaksanaan pembuatan fisik pulau G yang diajukan oleh PT.Muara Wisesa Samudra (PT.MWS), kemudian ditindaklanjuti cepat oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan menerbitkan keputusan gubernur (SK.Gub). 2238/2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra.
Menanggapi keputusan gubernur tersebut, Ubaidillah menyesalkan dan menyatakan bahwa SK.Gub.2238/2014 itu sesungguhnya aspal (asli tapi palsu) alias ilegal, karena menabrak peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan mengabaikan potensi dampak besar dengan tidak melalui tahapan prosedur seperti prosedur izin lingkungan, kajian Amdal dan KLHS, belum ada peraturan zonasi dan rencana induk konsep reklamasi Giant Sea Wall atau NCICD.
Keputusan Gubernur tersebut juga melangkahi wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sesuai Perpres.122/2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP). 28/2014 tentang perubahan atas PermenKP. 17/2013 tentang perizinan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sementara Gubernur DKI Jakarta dalam memberikan izin reklamasi Pluit City kepada PT.Muara Wisesa Samudra, masih berpedoman kepada Perpres.52/1995 yang sudah basi dan telah kadaluarsa, yang seolah Pemprov DKI Jakarta tidak mengerti hukum, sambung Ubaidillah.
Upaya Penaatan Hukum
Upaya penaatan hukum lingkungan terkait reklamasi pesisir dan pulau-pulau di teluk Jakarta penting ditegakkan untuk melindungi ekologi dan keseimbangan kota dan Gubernur DKI Jakarta pun dalam beberapa kesempatan menyatakan sangat menjunjung tinggi konstitusi dan memposisikan hukum diatas segalanya. Karenanya dalam menyikapi skandal izin mega proyek reklamasi Giant Sea Wall atau NCICD, Sekjen Koalisi Perkotaan Jakarta Ubaidillah yang juga mantan Direktur Eksekutif Walhi Jakarta itu mengatakan bahwa ini sudah masuk kategori “darurat ekologi kota” dan berharap kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI Ibu Susi Pudjiastuti agar mengupayakan koordinasi bersama Ibu Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dalam upaya penaatan hukum lingkungan terkait reklamasi pesisir dan pulau-pulau pada mega proyek Giant Sea Wall atau NCICD.
Penerapan hukum atas skandal izin tersebut juga dapat berupa penerapan sanksi administeratif dengan mencabut izin reklamasi pulau G yang diberikan kepada PT. Samudra wisesa muara, sesuai pasal 77, pasal 79, pasal 80 UU.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan Perpres.122/2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta PermenKP.28/2014 tentang perubahan atas PermenKP. 17/2013 tentang perizinan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain itu, Ubaidillah juga menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar mendorong upaya audit dan melakukan audit lingkungan terhadap reklamasi konsep Giant Sea Wall atau NCICD termasuk rencana 17 pulau yang sebagian sudah berjalan dan terwujud, sesuai pasal 49 dan pasal 50 UU.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan PermenLH.17/2010 tentang audit lingkungan, serta KepmenLH.30/2001 tentang pedoman pelaksanaan audit lingkungan hidup.
Terakhir, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, berkoordinasi dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam kaitan upaya penaatan hukum dan penghentian kegiatan reklamasi, merujuk Keputusan Bersama Kementerian LH, Kejaksaan, Kepolisian Nomor.KEP-04/MENLH/04/2004, KEP-208/A/J.A/04/2004, KEP-19/IV/2004 tentang penegakan hukum lingkungan hidup terpadu (Satu Atap), Menteri Lingkungan Hidup RI, Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI, tutup ubaidillah
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/egajalaludin/aspek-hukum-dalam-ekonomi-11880098
http://suarajakarta.co/news/politik/reklamasi-pantai-jakarta-pengembang-gubernur-atau-penjahat-lingkungan/
No comments:
Post a Comment